JI : Organisasi Maya buatan Singapur n Maleysia?

...Polemik tentang keberadaan JI menimbulkan banyak tanya.Banyak teori yang berkembang seputar organisasi yang dianggap hitam oleh pemerintah Amerika Serikat.Berikut ini merupakan artikel yg diambil dari detik.com seputar kontroversi keberadaan JI...udah agak lama c datanya...heheheh



Jakarta, Nyanyian negara asing yang memunculkan
Jemaah Islamiyah (JI) sebagai organisasi teroris telah
membuat pemerintah Indonesia meyakini adanya JI. Tapi,
adakah sebenarnya JI? Peneliti LIPI Alfitra Salamm
menilai, JI hanyalah organisasi maya yang dibuat
pemerintah Malaysia dan Singapura.

Alfiitra Salamm merupakan peneliti LIPI yang telah lama
berkecimpung dalam penelitian persoalan Malaysia. Dia juga
pernah tinggal dan studi di Malaysia sejak tahun 1980-an
sampai 1990-an.

Saat berbincang-bincang dengan detikcom, Rabu
(30/10/2002), Alfitra yakin bahwa sebenarnya organisasi JI
tidak ada. “Sebenarnya Jemaah Islamiyah sebagai organisasi
tidak ada,” kata dia.

Menurut dia,a nama Jemaah Islamiyah belum lama
dimunculkan. Yang pertama kali memunculkan nama JI adalah
pemerintah Malaysia lewat media-media massa di Malaysia,
yang sebagian besar telah dikuasai pemerintah. “Dalam hal
ini, intelijen Malaysia yang ditujukan kepada
kelompok-kelompok pengakian Islam yang memiliki pemikiran
radikal,” jelasnya.

“Jadi, sebenarnya JI itu tidak ada. Yang ada
kelompok-kelompok pengajian di Johor, Kelantan, Kedah yang
memang di dalam publikasinya, antara lain menginginkan
didirikannya negara Islam, dan kampanye keadilan,”
tambahnya.

Dimunculkannya nama JI oleh intelijen Malaysia, menurut
Alfitra, tidak terlepas dari langkah Perdana Menteri
Malaysia Mahathir Mohammad yang menganggap kelompok Islam
radikal sebagai embrio lawan politik yang bisa
membahayakan pemerintahannya.

“Jadi, ini sebenarnya adalah organisasi yang dibuat
Malaysia untuk menghantam kelompok radikal Islam. Saya
melihat, ini adalah organisasi maya. Kalau sekarang Abu
Bakar Ba’asyir dinyatakan terlibat dan pendiri JI,
sebenarnya itu adalah keliru,” ungkapnya.

Alfitra mengakui, memang nama Ba’asyir dan almarhum
Abdullah Sungkar (keduanya pendiri pesantren Ngruki-Red),
serta Hambali sangat dikenal dalam pengajian di Johor dan
beberapa tempat lain di Malaysia. “Mereka aktif dalam
pengajian-pengajian itu,” ungkapnya.

Saat ditanya, jika JI buatan Malaysia, mengapa pemerintah
Singapura juga menggemborkan adanya JI di wilayahnya,
Alfitra menilai, ada semacam kesepakatan intelijen.
“Singapura juga menganggap Islam radikal bisa berpotensi
menjadi lawan politik. Saya kira itu ada kesepakatan
intelijen antara Malaysia dengan Singapura,” kata dia.

Sepengetahuan Alfitra, memang di Malaysia ada kelompok
mahasiswa yang pernah belajar ke Pakistan. “Sebagian
mereka ikut dalam perjuangan di Afganistan bersama
Mujahidin. Namun, setelah pulang ke Malaysia, mereka
berfikir radikal. Karena Mahathir menilai mereka bisa
menjadi lawan politik, maka disebutlah mereka dengan KMM
(Kumpulan Militan Malaysia). KMM ini juga sebenarnya
organisasi maya,” jelasnya.

Pemerintah Malaysia memang terus mengganyang orang-orang
berpikiran radikal yang dianggap bisa membahayakan
kekuasaannya. “Karena itulah orang yang pertama kali
ditangkap berkaitan gerakan radikal ini adalah anak
Presiden PAS (Partai Islam Malaysia yang menjadi oposisi
Mahathir). Namanya Nik Mad bin Nik Aziz. Nik Aziz ini
presiden PAS,” ungkap peneliti yang lulus dari Universiti
Kebangsaan Malaysia ini.

Dengan menjadikan JI sebagai teroris, menurut Alfitra,
Mahathir bisa menggunakan hal ini untuk kepentingan
politik domestiknya. “Dengan dijadikannya JI, Mahathir
bisa leluasa menggunakannya untuk kepentingan politik
domestik,” terangnya.

Ketika ditanya mengani hasil penyelidikan Polri terhadap
tahanan-tahanan yang disebut-sebut aktivis JI di Malaysia
dan Singapura yang mengaku adanya organisasi JI dan
keterlibatan Ba’asyir, Alfitra yakin, para tahanan itu
telah ditekan. “Saya kira mereka dicekoki, dipaksa. Mereka
dibrainstorming dululah,” ujarnya.

Lebih lanjut, Alfitra menilai, dengan ikut-ikutnya
Indonesia mendaftarkan JI sebagai teroris internasional,
maka bisa jadi hal ini akan merugikan bagi kedaulatan
Indonesia. “Ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah
Indonesia,” kata dia. Alfitra juga melihat, upaya
pendaftaran JI sebagai teroris ini juga sebagai warning
kepada tokoh-tokoh Islam di Indonesia yang antipemerintah
menjelang Pemilu.