Kegagalan operasi intelijen Rusia di Chehnya terjadi karena adanya persaingan antar lembaga intelijen. Hal ini terungkap Juni 2005 saat perwakilan khusus presiden Rusia untuk kerjasama internasional anti terorisme yang juga mantan wakil direktur FSB, Anatoly Safonov berbicara pada Koran Nezavisimaya Gazeta.
Fakta yang menarik terkait pengakuan Safanov, yakni, terjadinya kompetisi antara berbagai badan negara yang bertanggungjawab terhadap aktivitas anti terorisme. Di Rusia ada 20 kementerian dan lembaga yang terlibat dalam masalah keamanan. Dalam setiap organisasi tersebut terdapat susunan divisi, cabang wilayah dan kota dan mempunyai informan. Fungsi dan tanggungjawab mereka hanya terbatas pada setiap wilayah.
Di Kaukasus Utara, sejak pertengahan 1990, FSB dan GRU kerap terlibat persaingan. Kasus terbunuhnya Abu Movsaev, misalnya. Pemimpin perlawanan Chechnya ini dibunuh oleh komandan GRU pada awal perang Chechnya II (1999). Padahal sebelumnya (antara 1996-1998), Movsaev telah melakukan negosiasi perdamaian dengan Direktur FSB, Nikolaoy Kovalev. Kasusu lain, pada musim panas 2002, GRU mengirim dokumen ke Kremlin tentang tokoh Islam radikal Chechnya. Tapi dalam perjalanan dokumen tersebut diambil oleh FSB. Keberadaan FSB dan GRU juga dianggap menjadi pesaing utama berbagai unit intelijen kementerian dalam negeri.
Persaingan itu, tak lepas dari usaha para personil pimpinan unit intelijen untuk mempertahankan posisi atau menduduki jabatan lain. Hal ini justru dimanfaatkan oleh lawan Rusia, dengan membayar di antara pesaing unit intelijen Rusia itu.
Menarik, sebagai pelajaran untuk melihat unit-unit intelijen di Indonesia yang mulai terlibat persaingan. Contoh konkrit, dalam kasus KPK-Polri-Kejagung. Juga persaingan dalam penanganan terorisme antara unit anti teror Polri dan TNI.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments (0)
Posting Komentar